Sabtu, 06 Desember 2014

Kelompok 9

Agnes Crista 11-124

A.    Latar belakang.

Ø  Pengertian stress.

Stress secara umum adalah suatu keadaan dimana kita mempersepsikan kesenjangan antara sumber daya yang kita punya dengan tuntutan keadaan. Stress bisa dibagi 2 yaitu physical atau fisik dan psychological atau psikologis. Suatu keadaan atau kejadian yang memicu stress disebut stressor. Hal hal seperti pekerjaan, tugas kuliah, keadaan keluarga , atau bahkan suhu panas dan macet adalah stressor yang umum terjadi di kehidupan kita sehari hari.

Ø  Bunuh diri di Indonesia.

Fenomena bunuh diri di kalangan remaja di Indonesia dari bulan januari sampai juni 2012 saja tercatat hingga 20 kasus (Komnas Anak). Dari kasus itu pemicu bunuh diri terbanyak adalah masalah cinta remaja (8 kasus) , masalah ekonomi (7 kasus), masalah keluarga (4 kasus) dan masalah sekolah (1 kasus).
Dari situ bisa kita lihat bahwa stressor yang ada sehari hari pun sudah memungkinkan untuk jadi pemicu bunuh diri pada mereka yang rentan. Remaja yang sedang dalam masa peralihan yang kita tahu tidak mudah, bisa menambah resiko prilaku membahayakan diri apabila tidak mampu mengelola stressnya dengan baik.

Ø  Pengertian sosialisasi

Brim (1966) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan, kemampuan dan dasar yang membuat mereka mampu atau tidak mampu menjadi anggota dari suatu kelompok. Bisa kita simpulkan bahwa sosialisasi adalah proses asimilasi dan akomodasi nilai dan norma yang dibutuhkan untuk menjadi anggota suatu kelompok (masyarakat).

B.     Tujuan kegiatan.

·       Memberi edukasi terhadap mahasiswa pada khususnya untuk dapat lebih sensitive mengenali individu individu yang rentan dalam melakukan prilaku membahayakan diri.
·      Sebagai masukan bagi kelompok dan kelas tentang metode sosialisasi suicide awareness  yang baik pada mahasiswa, terkhusus mahasiswa psikologi.

C.     Rancangan kegiatan.

Pada awalnya kelompok ingin melakukan semacam edukasi menggosok gigi yang baik dengan target anak-anak. Namun, karena kurangnya referensi kami mengenai hal tersebut salah satu dari anggota mengemukakan ide mengenai sosialisasi “suicide prevention” pada mahasiswa.
Dasarnya adalah, kita sebagai mahasiswa psikologi yang mempelajari proses mental manusia tentu diharapkan setidaknya dapat mengenali meskipun secara kasar, individu yang rentan melakukan prilaku ini. Meskipun tentu untuk penanganan yang baik akan dibutuhkan skill dan pengetahuan yang melampaui jenjang pendidikan S1 namun, diharapkan kegiatan ini dapat memberikan awareness pada kita semua tentang fenomena bunuh diri.

D.    Metode.

Kelompok berencana menggunakan media video yang berisi konten mengenai sosialisasi bunuh diri dalam kemasan drama musikal. Hal ini dirumuskan setelah melalui proses inkubasi ide, diketahui bahwa 2 dari 4 orang kelompok kami memiliki kemampuan menyanyi yang baik, sehingga kelompok memutuskan untuk mengeksploitasi kelebihan ini.


REVIEW DAN EVALUASI KELOMPOK 9



Teori 4P Pada Produk Kreatifitas Kelompok 9

Ø  Pribadi

Setiap anggota memiliki keunikan dan bakat masing-masing. Ada yang mampu olah vokal, editor video, bahkan idealisme yang berbeda dari masing-masing anggota kelompok. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi hambatan kelompok untuk menghasilkan sebuah produk kreatif. Perbedaan tersebut justru dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah ide, dimana keunikan masing-masing mkelompok disatukan untuk menghasilkan sebuah ide kreatif. Disamping itu, masing-masing anggota dalam kelompok tidak mau hanya melakukan apa yang biasa dilakukan, melainkan ada keinginan dalam setiap anggota kelompok untuk lebih eksplor dan mengaktualisasikan diri akan apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Melalui pertimbangan kondisi ini, serta mempertimbangkan ide demi ide yang diusulkan, kelompok sepakat untuk menghasilkan sebuah produk kreatif dalam hal seni peran (akting). Namun karena kelompok juga masih baru belajar dalan bidang ini, kelompok sepakat untuk menuangkannya dalam bentuk vidio. Hal ini dikarenakan melalui proses pembuatan video, kelompok bisa mengevaluasi adegan demi adegan untuk mendapatkan scene yang maksimal dari adegan yang kami perankan.

Ø  Press:
 
Yang menjadi pendorong kami, pertama adalah bagaimana kelompok menghasilkan sebuah produk kreatif melalui sebuah kerja tim, yang biasanya masing-masing anggota kelompok biasanya mengembangkan potensi kreatif secara individu. Idealisme anggota kelompok menjadi tantangan, yaitu bagaimana mempersatukan perspektif masing-masing anggota kelompok agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. Kedua, akting yang baru petama kali dilakukan oleh setiap anggota kelompok menjadi kesulitan dalam proses pelaksanaan video ini. Karena hal ini benar-benar diluar zona nyaman dan kemampuan masing-masing anggota. Ketiga, kesulitan untuk mempertahankan detail video, yang dilakukan di dua tempat yang berbeda. Bagaimana kelompok harus peka pada waktu pengambilan gambar (siang/sore/malam), serta detail-detail lainnya seperti properti, tata letak, karakter peran, dan hal lain yang mendukung kesesuaian dengan jalan cerita dan tujuan pembuatan video.

Ø  Proses 

      1. Pertama kelompok melakukan sharing mengenai ide cerita yang akan dibuat.  

      2. Setelah ide cerita mengenai suicide prevention disepakati, kelompok membuat naskah/script yang menjadi jalan cerita dan konsep video ini  

    3. Setelah jalan cerita ditentukan, kelompok membagi peran dan kontribusi selama proses pelakasanaan pembuatan video, yaitu sebagai berikut:  

  • Okto sebagai strory teller, editor, dan berperan sebagai pemeran utama dalam video
  • Simson mengambil bagian setting, properti, dan artistik, dan berperan sebagai personifikasi depresi pemeran utama.
  • Rifani mengambil bagian musik, lagu, dan stylist (pengarah gaya, ekspresi, dsb), dan berperan sebagai personifikasi depresi pemeran utama
  • Agnes berperan sebagai kameramen utama, dan berperan sebagai deuteragonist (karakter kedua terpenting)  dalam video.
4. Kelompok mulai  melakukan persiapan untuk mengambil scene, seperti mempersiapkan peralatan  (kamera), lokasi, pakaian, dan properti lain yang digunakan.

     5. Kelompok mulai melakukan pengambilan gambar di lokasi pertama, yaitu di rumah pemeran utama (Okto) tepatnya di bagian kamar tidur untuk mengambil scene pemeran utama mulai bagun tidur hingga aktifitas untuk mengawali rutinitas kesehariannya.  Di lokasi ini juga sekaligus diambil potongan scene pemeran utama kembali setelah melakukan aktifitas kesehariaanya, dan scene intensi pemeran utama untuk bunuh diri (adegan klimaks)
     
     6.  Setelah scene pada lokasi pertama diambil, kelompok berangkat ke kampus (fakultas psikologi usu) untuk mengabil scene berikutnya, yaitu scene yang menggambarkan depresi pemeran utama, dan closing statement oleh kelompok. Awalnya kelompok berencana menggunakan ruangan b.2.7. Namun diluar perkiraan kelompok, ruangan tersebut tidak kondusif untuk mengambil scene dikarenakan ada kegiatan lain yang sedang berlangsung di sekitar ruangan tersebut. Sehingga kelompok beralih ke ruangan C.3.1, untuk pengambilan gambar.

   7. Pengambilan gambar di lokasi kedua, terdapat beberapa perubahan dari rencana awal. Pertama, penggunaan properti seperti handphone, karena scene yang berkenaan dengan properti tersebut dianggap tidak terlalu penting dan memperlama durasi. Kedua, awalnya kelompok ingin menggunakan jasa figuran, namun karena di sekitar lokasi yang baru sedang tidak ada perkuliahan ataupun mahasiswa yang berlalu lalang, sehingga ada beberapa adegan yang harus potong dan diganti. Ketiga, ada scene yang seharusnya diambil di koridor, namun karena pengambilan gambar dianggap lebih cocok di dalam ruangan kelas, hal tersebut tidak jadi dilakukan

8. Setelah scene terkumpul, dilakukan proses editing dan penyatuan gambar menjadi sebuah video yang   utuh

Ø  Produk

Video dengan tema suicide prevention.


JALAN CERITA (Script)

Secara umum, cerita menggambarkan pria yang depresi.  Scene pertama diawali di ruangan kamar pemeran utama. Scene ini bertujuan untuk memperlihatkan karakter dan keseharian pemeran utama. Kelompok berusaha untuk memperlihatkan pemeran karakter utama yang sangat introvert dan memiliki permasalahan pribadi. Hal-hal yang mendukung dilakukan dengan membuat setting se-detail mungkin, seperti cermin yang sengaja ditutup dengan pakaian, semua bingkai foto sengaja diturunkan dan diletakkan dalam posisi tertutup. Ada juga adegan dimana pemeran utama membuang semua kartu identitas seperti SIM, KTP dan kartu mahasiswa. Setelah itu dilanjutkan dengan adegan pemeran utama menyembunyikan sebuah pistol yang menjadi alat yang mendukung dia nantinya akan bunuh diri. Adengan ini berupaya untuk menunjukkan adanya intensi pemeran utama untuk bunuh diri. Setelah itu bagian pertama diakhiri dengan pemeran utama keluar dari pintu untuk pergi beraktifitas (kuliah).

Bagian kedua beralih ke lokasi ruangan kampus. Pada bagain ini, ditunjukkan betapa depresinya pemeran utama. Personifikasi depresi tersebut diperankan olah dua orang yang bernyanyi. Lagu lagu dinyanyikan accapella, yaitu: depresi diariku (last child), lihatlah lebih dekat (sherina), dan berhenti berharap (SO7). Selain itu kelompok juga menggunakan media papan tulis yang menggambarkan depresi pemeran utama, yaitu keluarga, teman, cinta, bahkan Tuhan, yang dihapus oleh pemeran personifikasi depresi (rifani dan simson), hal ini adalah upaya untuk menggambarkan sebuah pemikiran pada pemeran utama bahwa tidak ada satupun yang peduli akan kondisinya, yang membuatnya semakin stress dan depresi. Scene selanjutnya yaitu adegan teriak, dan pertemuan pemeran utama dengan protagonis. Adegan ini percakapan antara pemeran utama dan protagonis, agnes (protagonis) mengajak okto (pemeran utama) untuk datang ke event yang diselenggarakan olehnya. Agnes melihat kto yang murung menggambar sebuah smiley senyum di bagian kanan kening okto tanpa disadarinya, karena tidak menghiraukan perbuatan agnes okto berniat pulang dan adegan yang dilakukannya adalah keluar ruangan.

Bagian ketiga okto sampai di rumah, membuka pintu kamar, meletakkan tas di kursi, lalu duduk di sofa. Disofa, ia kebingungan dan menunjukkan ekspresi depresi dan cemas, hal ini menunjukkan intensi pemeran utama untuk bunuh diri. Okto mengambil pistol yang disembunyikannya dibawah sofa dan mengarahkan mulut pistol kebagian bawah rahang nya. Okto semakin cemas, dan branjak dari sofa membuka tirai jedela kacanya sekedar memastikan tidak ada orang di sekitarnya yang akan menghalanginya untuk bunuh diri. Ketika ia beranjak sekilas ia melihat wajahnya di bagian cermin yang tidak tertutupi oleh kain. Penasaran akan gambar yang ada diwajahnya, ia menyingkapkan pakian yang menutupi keseluruhan kaca tersebut dan melihat wajahnya lebih dekat. Ia meliat smiley senyum yang digambar oleh pemeran protagonis sebelumnya. Ia tersenyum, melihat pistolnya, meletakanya dan mengurungkan niatnya bunuh diri. Hal ini adalah upaya untuk menunjukkan bahwa salah satu pencegahan bunuh diri adalah kita sebagai lingkungan yang harus memberi respon dan sikap positif pada semua orang, dalam hal ini menunjukkan afeksi dan afiliasi pada osetiap orang. Klimaks dilakukan dengan menyorot gambar pistol yang diletakan oleh pemeran utama.
Bagian keempat closing statement, dilakukan oleh setiap anggota kelompok yang berbicara bergantian mengenai fenomena bunuh diri dan pencegahannya. Ucapan terimakasih dan diakhiri dengan bernyanyi bersama “salam bagi sahabat” oleh glen fredly

EVALUASI

Ketika pemutaran perdana Film ini di kelas mata kuliah kreativitas. Ada beberapa feedback yang kami dapatkan dari audiens. Contohnya :

1.  Konsep dan eksekusi film sudah bagus namun ada elemen cerita yang kurang. karena ketidak jelasan penyebab depresi si tokoh utama. Evaluasi ini kami terima sebagai evaluasi yang membangun, meski konsep film kami memang memberikan perspekstif seluas mungkin kepada audiens yang merupakan mahasiswa psikologi yang kami percaya tidak perlu lagi penjelasan mengenai stress dan elemen elemennya.

2.    Apresiasi dari teman teman yang memuji konsep kontemplasi dengan papan tulis dan drama musikalnya begitu juga dengan konsep video secara keseluruhan.

Kemudian atas instruksi Ibu Dina kami mengupload Film kami ke website youtube dan memposting di grup Satukan Hati demi mendapat feedback dari para civitas academia kampus psikologi. Respon yang kami dapatkan kebanyakan mengomentari konsep produk yang tidak biasa dan kehebatan penyanyi kami (Rifany dan Simpson). Dari hanya beberapa komentar tidak terlalu banyak kesimpulan yang bisa kami dapat selain pujian dari performa kami dalam film.

Secara keseluruhan, beberapa poin evaluasi yang kami dapat baik dari feedback maupun introspeksi dalam kelompok adalah :

1.      Konsep kami sudah baik, namun konten yang diproduksi masih sangat psikologi, sehingga masyarakat awam akan sulit untuk mencerna film kami. Meskipun target audiencenya memang para psikolog atau calon psikolog.

2.      Kurangnya kemampuan teknis jadi penghalang untuk kualitas produksi yang baik. Baik itu kemampuan acting, directing dan editing. Kami ingin mencoba hal baru , namun mestinya kami bisa lebih menyiapkan diri dan meningkatkan kompetensi.

Demikian evaluasi dari kelompok kami, tentu baik produk kami maupun kami sendiri tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan untuk itu kami minta maaf. Namun melihat kebelakang, kami berkreasi dengan senang dan kami bangga akan produk yang kami hasilkan.

Kamis, 27 November 2014

MASTERPIECE



Bunga Dari Bungkus Apel…

Ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kreativitas yang diberikan oleh dosen pengampu yang disebut "masterpiece". Awalnya saya ingin membuat karya yang lain, namun dikarenakan terdapat halangan pada bahan dan waktu sehingga saya memutuskan membuat hal lain.

Berhubung saya suka makan apel , selalu merasa sayang kalo buang bungkus apel nya. Tau kan bungkus apel yang bentuknya jarring-jaring? Biasanya ada warna putih dan pink… akhirnya saya berfikir gimana memanfaatkan bungkus apel tadi agar dapat menjadi sesuatu yang bisa diberikan ke orang lain. Akhirnya saya memutuskan membuat bunga dengan bungkus apel.\

Mau tau cara dan bahan pembuatannya?????...

Alat dan Bahan           :
-          Gunting
-          Tang pemotong
-          Lilin
-          Pensil
-          Lem plastic
-          Daun & putik bunga warna-warni palsu
-          Selotip daun
-          Bungkus apel ( kelopak bunga )
-          Kawat tipis ( untuk menjadi tangkai bunga)
-          Kain flannel


Cara pembuatan         :

1.      Potong kawat dengan tang pemotong sesuai ukuran yang diinginkan, lilitkan putik palsu pada ujung kawat.
2.      Setelah itu lilitkan selotip daun sampai menutupi seluruh bagian kawat .
3.      Lipat dua pembungkus apel dan taruh pada ujung kawat yang sudah diikatkan putik tadi.
4.      Ikat ujung pembungkus apel dengan karet sampai benar2 ketat.
5.      Bakar sisa pembungkus apel yang dikaretin dengan menggunakan lilin.
6.      Setelah itu gambar bentuk daun pada kain flannel kemudian gunting, setelah itu lubangi pada tengah-tengah  daun flannel.  
7.      Masukkan daun flannel yang sudah dilubangi dibawah pembungkus apel tadi, kemudian lem dengan lem plastic yang dibakar.
8.      Terakhir, lilitkan daun palsu pada tangkai bunga dan tutupi kembali dengan selotip bunga

Selamat mencoba...... :D

Jumat, 24 Oktober 2014

J.P.Guliford


J.P. Guilford
CIRI-CIRI KREATIVITAS (TRAITS OF CREATIVITY)


Ketika beberapa waktu lalu penulis mempresentasikan hipotesis berkenaan dengan komponen bakat (talenta) pendukung kreativitas (Guilford, 1950), tiba-tiba ia kagum terhadap kenyataan meluasnya minat terhadap subyek ini. Secara incidental, nampaknya minat ini lebih kuat datang dari luar bidang psikologi dari pada dari dalam lingkungannya. Tidak diragukan lagi, di negara ini, dan mungkin juga di negara lain, kebutuhan meningkatkan kinerja kreatif dan keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang hakekat kreativitas itu sendiri. Boring (1950) menyarankan bahwa minat/perhatian kuat yang tidak biasanya dalam subyek ini adalah suatu aspek semangat waktu tertentu (Zeitgeist) kita. Simposium sekarang ini adalah ekspresi tentang hal itu.

Penyebab munculnya Minat terhadap Kreativitas.

Jika kita bertanya pada diri kita sebab-sebab bagi elemen ini dalam Zeitgeist kita, spekulasi akan mengarah ke beberapa kesimpulan. Penyebab paling urgent/mendesak adalah bahwa kita dalam perjuangan berat untuk tetap bertahan dengan cara hidup kita di dunia ini. Aspek militer perjuangan ini, dengan perjuangannya untuk mengembangkan persenjataan serta strategi baru, telah memungkinkan meningkatnya temuan-temuan. Ketika menemui jalan buntu dalam hal kesiapan militer, kita diperhadapkan pada tantangan pada keseluruhan front intelektual, ilmiah dan cultural termasuk juga ekonomi dan politik. Lagi pula, kita telah terhindar dari kelesuan dan juga kepuasan kita dengan perkembangan-perkembangan baru. Penyebab lain mungkin timbul akibat kebosanan/kejenuhan. Terdapat suatu periode relative kebosanan/kejenuhan sesudah suatu perang besar. Keletihan/kejenuhan juga merupakan penyakit dalam indutri modern, ketika pria dan wanita butuh diperlakukan kurang manusiawi.
Datangnya abad ruang angkasa merupakan kekuatan lain pendukung perhatian terhadap kreativitas. Hal itu membutuhkan imajinasi dan menuntut penyesuaian kembali terhadap lajunya akselerasi/percepatan. Banyak penyesuaian yang kita upatakan adalah akselerasi kemajuan teknologi, tetapi banyak juga yang tearah ke implikasi social kemajuan itu.

Pendekatan Psikologis terhadap Kreativitas.
Kebutuhan-kebutuhan ini menemukan kekurang siapan psikologi. Beberapa tahun lampau, seorang professor jurnalis datang kepada penulis menanyakan apa yang diketahui para psikolog tentang berpikir kreatif. Beliau berkeinginnan keras untuk mengembangkan bakat menulis kreatif diantara mahasiswanya. Dengan sedikit memohon maaf, dirasa perlu dikatakan kepadanya bahwa hampir tidak ada psikolog yang mengetahui subyek itu.
Sebagian besar kelemahan dari segi psikologi ini dapat ditujukan kepada penerimaan secara umum model stimulus-responsnya
Pendekatan alternative lainnya adalah melalui penekanan pada konsep trait (sifat). Sifat adalah milik (propêrty) individual dan itu merupakan hasil penelitian dengan pendekatan yang menekankan ada perbedaan individual. Suatu sifat adalah sesuatu yang membedakan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Karena itu minat para psikolog menekankan pada arah sifat perilaku.
Cara yang paling dapat dipertahankan untuk menemuikan konsep sifat yang dependen pada saat ini adalah dengan analisis factor. Analisis faktor dimulai dengan informasi berkaitan dengan variasi kinerja. Untuk mengatakan bahwa minat berkaitan dengan penampilan akan keliru, karena penampilan yang berinterkorelasi diteliti dan diperoleh dengan control eksperimen terhadap situasi-situasi yang mendukungnya. Dengan berbagai jenis tes baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif kita akan tiba pada interpretasi faktor yang lebih akurat. Informasi berkenaan dengan factor sering digunakan sebagai informasi berkenaan dengan fungsi-fungsi dasar psikologi. 
Tujuan bab ini, pertama, memberi survey yang sangat singkat ttg sifat-sifat utama yang diketahui yang dipercaya berkaitan dengan kreativitas. Sifat-sifat utama diperoleh dengan analisis factor. Survei itu akan meliputi sifat-sifat bakat (aptitude) maupun yang non-bakat (non-aptitude), di antaranya sifat-sifat tempramen dan motivasi. Kedua, paper itu akan menunjukkan apa yang nampaknya menjadi tempat bakat untuk kreativitas dalam kerangka umum intelektual. Dengan bertindak seperti itu, sejumlah prediksi akan dibuat berkenaan dengan bakat-bakat yang tidak dapat diemukan untuk berpikir kreatif. Ketiga, beberapa hubungan factor-faktor kreativitas dengan evaluasi kinerja kreatif selain yang dikategorikan pada tes bakat (aptitude-test) akan disebutkan, untuk menunjukkan bahwa faktor-faktor kreativitas memperoleh dukungan dari sumber-sumber lain, termasuk evaluasi terhadap kinerja dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-ciri Utama Kreativitas 
Status informasi kami berkenaan dengan cirri-ciri utama kreativitas mungkin akan lebih bermakna disajikan dengan latar belakang beberapa hipotesis yang dikembangkan untuk penelitian pada tahun 1950.

  • Bakat untuk Berpikir Kreatif
Guilford (1950) meramalkan bahwa kita harus menemukan satu factor dengan karakteristik sebagai suatu kemampuan untuk menemukan masalah; suatu sensitivitas umum terhadap permasalahan. Sifat seperti itu ditemukan, dan terbaik diindikasikan dengan tes yang menanyakan peserta test mengemukakan kelemahan atau hambatan penerapan secara umum atau pada lembaga social atau mengemukakan masalah yang tercipta oleh tujuan dan kegiatan-kegiatan pada umumnya. Faktor itu lebih diidentifikasi secara logis sebagai bagian dari kategori umum kemampuan mengevaluasi (Guilford, 1957a). Penyebabnya adalah bahwa kegiatannya pada hakekatnya merupakan keputusan bahwa segala sesuatu belum selesai, tujuan-tujuan belum tercapai; atau bahwa segala sesuatu yang diinginkan belum tercapai. Keputusan tersebut tidak akan berperan konstruktif dalam berpikir produktif, tapi tanpa langkah ini berpikir produktif tidak akan dimulai.
Diasumsikan bahwa kelancaran berpikir merupakan aspek penting dalam kreativitas. Inilah aspek kuantitatif berkaitan dengan kesuburan (fertilitas) ide-ide. Hasil kami dalam Proyek Bakat (Aptitudes Project) telah memverifikasi dan memperluas informasi berkenaan dengan empat factor kefasihan (fluency) (Wilson et al., 1954).
Faktor kefasihan kata (word fluency), pertama dilaporkan oleh Thurstone (1938). Ini adalah kemampuan untuk menghasilkan kata-kata yang masing-masing berisi huruf tertentu atau kombinasi huruf-huruf.
Faktor kefasihan asosiasi (associational fluency) yang sangat baik ditunjukkan dalam suatu tes yang mempersyaratkan pesertanya mengungkapkan sebanyak mungkin persamaan kata (sinonim) untuk kata tertentu dalam waktu tertentu. Sebaliknya kefasihan kata (word fluency) dimana hanya huruf tertentu yang diobservasi, kelancaran asosiasional mencakup pemberian makna untuk kata-kata yang diberikan.
Faktor kefasihan ekspresional (expressional fluency) paling bagus diukur dengan tes yang meminta menghasilkan frase-frase atau kalimat-kalimat. Kebutuhan untuk merumuskan kata-kata yang tepat sebagai persyaratan struktur kalimat nampaknya merupakan ciri unik tes kemampuan ini. Kita tidak tahu apakah kemampuan yang sama dituntut untuk berbicara, tetapi terdapat beberapa dugaan yang rasional sekurang-kurangnya terdapat korelasi moderat antara penampilan dalam menulis dan dalam berbicara. Dapat dikatakan bahwa dengan memiliki derajat kemampuan tinggi dalam kelancaran ekspresional, sebagaimana diukur dengan tes tertulis dapat mengantarkan para pengamat pada kesimpulan bahwa mereka yang berkelancaran ekspresional, memiliki derajat kreativitas yang tinggi.
Faktor kefasihan ideasional (ideational fluency). Ini adalah kemampuan menghasilkan ide untuk memenuhi persyaratan tertentu dalam waktu terbatas. Suatu tes untuk faktor ini meminta peserta tes menyebutkan benda-benda keras, putih atau memberikan berbagai manfaat batuan umum, atau menulis judul-judul yang sesuai untuk sesuatu ceritera yang disampaikan. Dalam pemberian skor untuk faktor ini, pertimbangan kuantitas adalah terpenting ; kualitas bukan merupakan pertimbangan sepanjang respons sesuai.
Terdapat beberapa tahapan pada kebanyakan pemecahan masalah (problem solving) yang mengharuskan untuk menemukan jawabannya. Kelancaran ideasional mungkin akan memainkan peranan penting dalam problem solving,; dan banyak masalah menuntut solusi baru, yang berarti berpikir kreatif.
Pada tahun 1950 dihipotesiskan bahwa para pemikir kreatif adalah para pemikir fleksibel. Mereka siap meninggalkan cara-cara lama dalam berpikir kearah yang baru. Satu factor fleksibilitas berpikir diprediksi. Kami menemukan dua kemampuan, keduanya nampak termasuk dalam kategori umum ini (Wilson et al., 1954).
Salah satu factor disebut fleksibilitas spontan (spontaneous flexibility). Didefinisikan sebagai kemampuan atau disposisi untuk menghasilkan variasi ide yang besar, yang bebas dari kelemahan atau dari perseverasi (mengulang-ulang). Dalam mengetes factor ini pesertta menunjukkan kebebasannya untuk menjelajah dalam pemikirannya sekalipun hal itu tidak penting baginya untuk berbuat demikian.
Tipe lain berpikir fléksibilitas disebut fléksibilitas adaptif (adaptive fléxibility) disebabkan karena memfasilitasi solusi (pemecahan) masalah. Ini sangat baik ditunjukkan dalam jenis masalah yang mensyaratkan jenis pemecahan masalah yang tidak seperti biasanya. Masalah itu nampaknya dapat dipeahkan dengan metode konvensional dan lebih dikenal, tapi metode ini tidak dapat berfungsi. Satu tugas yang diminta untuk jenis solusi ini berlandaskan jenis permainan yang sudah dikenal yaitu korek api (matchsticks). Peserta diberi seperangkat kotak berdekatan, setiap sisi berbentuk pasangan, dan dia diminta mengeluarkan sejumlah pasangan, tinggalkan sejumlah kotak. Tidak diberitahu kepadanya bahwa semua kotak harus sama besar, tetapi ketika ia menerima asumsi yang jelas ini, ia tidak dapat memecahkan satu atau lebih masalah karena satu-satunya hasil yang memuaskan adalah sejumlah kotak yang berbeda luasnya. Ketekunan dalam kekeliruan tetapi mengundang kea rah berpikir berarti status rendah pada factor fleksibilitas adaptif.
Dalam bidang kreativitas seseorang hendaknya secara pasti mengharapkan untuk memperoleh sifat keaslian (originality). Itu ditunjukkan oleh skor sejumlah tes dimana kunci jawabannya diberi bobot menurut proporsi frekuensi terjadinya dalam populasi peserta tes. Kelainan dalam jawaban, dalam arti statistic, merupakan satu prinsip pengukuran orisinalitas.
Faktor itu juga diindikasikan oleh tes yang itemnya meminta asosiasi jarak jauh (remote association) atau hubungan; jarak jauh baik dalam hal waktu atau dalam arti yang logis. Ketika kita menanyakan peserta mendaftarkan semua konsekuensi yang mereka dapat pikirkan berkaitan dengn penemuan baru bahwa makan itu tidak perlu, sejumlah konsekuensi jarak jauh yang mereka berikan menunjukkan orisinalitas, dimana sejumlah konsekuensi nyata menunjukkan kelancaran ideasional. Hal ini berarti diperlukan satu kriteria kualitas untuk menunjukkan sejauh mana orisinalitas seseorang yang disebut mampu (capable). 
Cara ketiga menunjukkan derajat originalitas mengikuti tes adalah jumlah jawaban yang dapat diberikan oleh peserta tes yang ditetapkan sebagai orang pandai. Judul yang diberikan pada suatu ceritera pendek, misalnya, dapat dinilai sebqgai pandai atau kurang pandai. Banyaknya respons kurang pandai menunjukkan kelancaran ideasional, sedangkan banyaknya jawaban pandai menunjukkan orisinalitas.
Berkembang suatu kecurigaan bahwa apa yang kita sebut orisinalitas sebenarnya adalah suatu kasus fleksibilitas adaptif jika dikaitkan dengan material bermakna secara verbal, sejajar dengan faktor fleksibilitas adaptif yang sekarang sudah diketahui, berkaitan dengan tugas-tugas menyangkut materi non-verbal. Dalam setiap kasus seseorang harus keluar dari kenyataan bahwa biasanya atau konvensional untuk memperoleh skor yang baik.
Tahun 1950 satu factor untuk mendefinisikan kembali telah dihipotesiskan, yang menuntut suatu kemampuan melepaskan interpretasi lama tentang obyek yang sudah dikenal untuk dapat digunakan atau bagian-bagiannya dengan cara-cara baru. Analisis factor dengan baik mendukung dimensi perbedaan individual seperti itu (Wilson et al., 1954). Mana di antara benda-benda ini atau bagiannya yang dapat diadaptasi menjadi jarum: pinsil, lobak, sepatu, ikan, atau anyelir? Kunci jawaban adalah ikan, karena tulang ikan tertentu dapat diadaptasi menjadi jarum. Improvisasi pada umumnya, barangkali merefleksikan kemampuan mendefinisikan kembali (redefinition).
Faktor selanjutnya adalah elaborasi yang ditunjukkan dengan tes dimana peserta diberi satu atau dua garis sederhana dan diminta membuat konstruksi berdasarkan garis itu sebuah obyek yang lebih kompleks. Skornya adalah banyaknya demonstrasi elaborasi. Itu juga ditunjukkan melalui tes yang memberikan outline sebuah perencanaan, dan peserta tes diminta mendaftarkan semua langkah yang dibutuhkan agar pezrencanaan itu jalan. Ada kemungkinan kedua kemampuan itu terlibat, yang satu berkenaan dengan mengelaborasi materi figural sedangkan yang lainnya berkenaan dengan mengelaborasi material bermakna. Jika demikian, kedua kemampuan ada kemungkinan berkorelasi secara positif.
Tidak semua harapan kita semula secara factor didukung oleh hasil. Kita memprediksi suatu kesatuan kemampuan menganalisis dan juga satu unit kemampuan mensintesis dalam berpikir. Kedua hipotesis nampaknya memberi cukup kesempatan untuk diverifikasi kebenarannya, tetapi hasilnya tidak seperti itu. Inilah sebuah contoh yang menunjukkan bahwa kita tidak akan selalu memperoleh analisis factor apa yang kita masukkan. Tidak diragukan hasilnya bertentangan dengan pikiran sehat, karena pemikiran kita menganalisis sekaligus juga memsintesis.
Hasil itu tidak menyanggah keberadaan dua jenis pelaksanaan ini. Apa yang diindikasikan adalah bahwa individu tidak akan berbeda secara sistematis antara satu dengan lainnya dalam hubungan dengan kemamuan umum menganalisis berkaitan dengan banyaknya jenis tugas-tugas dan juga tidak berbeda secara sistematis dalam kemampuan umum mensintesis. Ini berarti, analisis dan sintesis sama dengan pemecahan masalah. Sejumlah unit kemampuan memegang peranan dalam pemecahan masalah, tetapi kombinasinya dengan bobot masing-masing tergantung jenis masalahnya. Kesimpulan yang sama dapat diambil sehubungan dngan analisis dan sintesis.

  • Ciri-ciri non-bakat berkaitan dengan kreativitas.
Banyak orang ingin mengetahui rahasia utama penampilan kreatif di luar modalitas bakat. Tidak dapat disangkal bahwa sifat motivasi dan tempramen diharapkan memiliki efek penentu yang signifikan terhadap ada tidaknya seseorang menunjukkan penampilan kreatif. Moidalitas kepribadian ini dapat diteliti dalam hubungan ini. 
Aak ketat memperoleh informasi berkenaan dengan peran sifat-sifat seperti itu dalam penampilan kreatif. Dalam studinya memimpin artis dan memimpin ilmuwan dalam beberapa bidang, Anne Roe menemukan hanya satu sifat yang secara umum ada di antara individu, yaitu kemauan untuk bekerja keras dan bekerja dalam waktu lama (Roe, 1946, 1953). Itulah sifat yang mendukung keberhasilan dan keunggulan dalam bidang apapun. Tidak ada indikasi adanya hubungan unik dengan kreativitas. Sifat itu juga berarti motivasi umum tingkat tinggi, sumbernya kita belum dapat pastikan. Kepada kita tetap masih bermasalah dan memerlukan lebih banyak studi analisis.
Dalam Proyek Bakat (Apptitudes Project) perhatian kami ditujukan pada pertanyaan tentang sifat-sifat non-bakat yang dapat berkontribusi terhadap berpikir kreatif. Sudah dikemukakan kesimpulan bahwa fleksibilitas spontan dalam berpikir muncul menjadi kebebasan dari perseverasi, sebagai satu bentuk kekakuan, dan bahwa flaksibilitas adaptif muncul menjadi kebebasan dari kegigihan menggunakan apa yang dipelajari sebelumnya, metode-metode pemecahan yang sia-sia, adalah bentuk lain kekakuan. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah factor-faktor kekakuan fleksibilitas dalam berpikir harus diklasifikasikan dalam sifat-sifat modalitas bakat atau modalitas tempramen atau apakah dengan contoh-contoh ini kita memperoleh sifat-sifat dengan kedua aspeknya yaitu temperamen dan bakat, tergantung pada bagaimana seseorang melihatnya.
Kita telah berspekulasi tentang apakah orisinalitas adalah sikap unkonvensional yang meramalkan bahwa seseorang tidak akan tampil seperti biasanya atau dalam sikap popular, lebih menyukai cara berperilaku istimewa. Penelitian kami hanya menyinggung pertanyaan ini. Seperti pada factor-faktor kefasihan (fluency factors), tercaqpat sejumlah hipotesis dikemukakan dalam literature berkenaan dengan kemungkinan adanya hubungan antara kelancaqran berpikir dengan sejumlah sifat motivasi dan temperamen (Guilford et al., 1957).
Penyebab lain adanya perhatian terhadap masalah-masalah ini kenyataan bahwa analisis factor sebelumnya telah mengindikasikan sekurang-kurangnya tiga ciri utama minat dalam jen,is-jenis berpikir yang berbeda, termasuk pehatian dalam berpikir reflektif, berpikir teliti (rigorous), dan berpikir autistic. Apakah perhatian yang ditemukan ini berkaitan dengan berbagai jenis penampilan berpikir? Ditemukan juga sepasang perhatian utama dalam kegiatan estetis, salah satunya disbut aspirasi estetis (esthetic aspiration) dan yang lainnya disebut ekspresi estetis (esthetic expression). Variabel-variabel minat ini akan sangat mungkin berkaitan dengan penampilan kreatif dalam bidang seni dan mungkin lebih umum dalam penampilan kreatif. 
Satu penelitian terbaru tentang analisis factor tentang minat berpikir mempelajari beberapa hipotesis kemungkinan variable-variabel lain (Guilford et al., 1957). Dengan menggunakan skor self-inventory, ditemukan indikasi beberapa variable yang diharapkan. Salah satu factor terindikasi sebagai toleransi ambiguity. Ini adalah keinginan untuk menerima sejumlah kertidakpastian dalam kesimpulan dan keputusan dan kesenderungan untuk menolak berpikir dalam arti kategori yang kaku. Faktor lain diidentifikasi sebagai suatu pehatianbdalam berpikir konvergen. Berpikir konvergen meliputi berpikir kea rah satu jawaban benar, atau kea rah satu jawaban yang relative telah ditetapkan secara unik. Sebuah factor pendamping didefinisikan sebagai minat atau keinginan untuk berpikir divergen, suatu tipe berpikir dimana pencarian secukupnya dilaksanakan dan sejumlah jawaban ditemukan. Masih ada lagi factor lain yang ditemukan tetapi tidak dapat didefinisikan secara pasti. Bisa saja minat dalam originatitas atau dalam kreativitas secara umum, atau mungkin diidentifikasikan apakah ekspresi estetis atau apresiasi estetis. 
Untuk menguji kemungkinan bahwa beberapa atau semua factor ini mempunyai landasan bagi output kreativitas, kita mengkorelasikan skor variable-variabel ini dengan skor penampilan pada tes kefasihan, fleksibilitas, dan originalitas. Juga ada kemungkinan mengorelasikan skor sejumlah variable lainnya, termasuk sifat-sifat lainnya, dengan skor tes bakat yang sama. Kesimpulan didasarkan pada korelasi signifikan secara statistic, tetapi koefiisiennya semua berada di bawah 0,30.
Dari hasilnya kita dapat simpulkan bahwa individu yang menjawab tes kefasihan asosiasi secara baik cenderung memiliki kebutuhan lebih kuat untuk petualangan dan mereka lebih toleran terhadap ambiguity. Individu dengan skor tinggi untuk kefasihan ideasional cenderung akan lebih impulsive, lebih berkuasa, dan lebih percaya dan memiliki apresiasi yang kuat terhadap kreaivitas. Indiviidu yanbg menunjukka gejala nerves dan depresi yang berlebihan akan sedikit lebih rendah pada tugas-tugas yang mempersyaratkan kefasihan ideasional, tetapi menunjukkan tidak adanya hambatan dalam tipe-tipe tes kefasihan lainnya. Mereka yang memperoleh skor lebih tinggi dalam tes kefasihan ekspresional cenderung lebih impulsive, untuk mengapresiasi ekspresi estetik dan untuk berpikir reflektif.
Pengukuran originalitas menunjukkan hubungan dengan sejumlah sifat non-bakat, tetapi tidak begitu kuat. Orang yang original cenderung lebih percaya diri dan toleran terhadap ambiguity, berpikir reflektif dan divergen serta ekspresi estetis. Orang yang tidak original cenderung lebih jelimet dan merasakan adanya kebutuhan untuk disiplin. Tidak ada indikasi bahwa orang yang original selalu kurang cenderung terhadap kesesuaian budaya, termasuk aspek-aspek moral. Hipotesis bahwa originalitas menaungi satu sikap tidak secara konvensional tidak didukung.
Hubungan antara dua factor fleksibilitas terhadap sifat kekakuan telah dikemukakan. Tidak ditemukan hubungan lain untuk factor-faktor fleksibilitas kecuali beberapa indikasi bahwa seseorang dengan fleksibilitas spontan yang tinggi mungkin akan memiliki kebutuhan yang kuat akan keragaman. Orang yang fleksibel pada tipe ini jelas menunjukkan variasi arah dalam mengejakan tes.
Fakta bahwa semua hubungan ini diteliti dengan tes psikologi harus diberi penekanan. Dengan motivasi secara umum dengan nada tinggi menempuh tes, peserta kurang memiliki ruangan untuk menunjukkan kuatnya hubungan antara penampilan dalam tes itu dan beberapa sifat non-aptitude. Penampilan dalam kehidupan sehari-hari dapat saja lebih kuat berhubungan dengan banyak sifat motivasi dan tempramen.