Jumat, 24 Oktober 2014

J.P.Guliford


J.P. Guilford
CIRI-CIRI KREATIVITAS (TRAITS OF CREATIVITY)


Ketika beberapa waktu lalu penulis mempresentasikan hipotesis berkenaan dengan komponen bakat (talenta) pendukung kreativitas (Guilford, 1950), tiba-tiba ia kagum terhadap kenyataan meluasnya minat terhadap subyek ini. Secara incidental, nampaknya minat ini lebih kuat datang dari luar bidang psikologi dari pada dari dalam lingkungannya. Tidak diragukan lagi, di negara ini, dan mungkin juga di negara lain, kebutuhan meningkatkan kinerja kreatif dan keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang hakekat kreativitas itu sendiri. Boring (1950) menyarankan bahwa minat/perhatian kuat yang tidak biasanya dalam subyek ini adalah suatu aspek semangat waktu tertentu (Zeitgeist) kita. Simposium sekarang ini adalah ekspresi tentang hal itu.

Penyebab munculnya Minat terhadap Kreativitas.

Jika kita bertanya pada diri kita sebab-sebab bagi elemen ini dalam Zeitgeist kita, spekulasi akan mengarah ke beberapa kesimpulan. Penyebab paling urgent/mendesak adalah bahwa kita dalam perjuangan berat untuk tetap bertahan dengan cara hidup kita di dunia ini. Aspek militer perjuangan ini, dengan perjuangannya untuk mengembangkan persenjataan serta strategi baru, telah memungkinkan meningkatnya temuan-temuan. Ketika menemui jalan buntu dalam hal kesiapan militer, kita diperhadapkan pada tantangan pada keseluruhan front intelektual, ilmiah dan cultural termasuk juga ekonomi dan politik. Lagi pula, kita telah terhindar dari kelesuan dan juga kepuasan kita dengan perkembangan-perkembangan baru. Penyebab lain mungkin timbul akibat kebosanan/kejenuhan. Terdapat suatu periode relative kebosanan/kejenuhan sesudah suatu perang besar. Keletihan/kejenuhan juga merupakan penyakit dalam indutri modern, ketika pria dan wanita butuh diperlakukan kurang manusiawi.
Datangnya abad ruang angkasa merupakan kekuatan lain pendukung perhatian terhadap kreativitas. Hal itu membutuhkan imajinasi dan menuntut penyesuaian kembali terhadap lajunya akselerasi/percepatan. Banyak penyesuaian yang kita upatakan adalah akselerasi kemajuan teknologi, tetapi banyak juga yang tearah ke implikasi social kemajuan itu.

Pendekatan Psikologis terhadap Kreativitas.
Kebutuhan-kebutuhan ini menemukan kekurang siapan psikologi. Beberapa tahun lampau, seorang professor jurnalis datang kepada penulis menanyakan apa yang diketahui para psikolog tentang berpikir kreatif. Beliau berkeinginnan keras untuk mengembangkan bakat menulis kreatif diantara mahasiswanya. Dengan sedikit memohon maaf, dirasa perlu dikatakan kepadanya bahwa hampir tidak ada psikolog yang mengetahui subyek itu.
Sebagian besar kelemahan dari segi psikologi ini dapat ditujukan kepada penerimaan secara umum model stimulus-responsnya
Pendekatan alternative lainnya adalah melalui penekanan pada konsep trait (sifat). Sifat adalah milik (propêrty) individual dan itu merupakan hasil penelitian dengan pendekatan yang menekankan ada perbedaan individual. Suatu sifat adalah sesuatu yang membedakan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Karena itu minat para psikolog menekankan pada arah sifat perilaku.
Cara yang paling dapat dipertahankan untuk menemuikan konsep sifat yang dependen pada saat ini adalah dengan analisis factor. Analisis faktor dimulai dengan informasi berkaitan dengan variasi kinerja. Untuk mengatakan bahwa minat berkaitan dengan penampilan akan keliru, karena penampilan yang berinterkorelasi diteliti dan diperoleh dengan control eksperimen terhadap situasi-situasi yang mendukungnya. Dengan berbagai jenis tes baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif kita akan tiba pada interpretasi faktor yang lebih akurat. Informasi berkenaan dengan factor sering digunakan sebagai informasi berkenaan dengan fungsi-fungsi dasar psikologi. 
Tujuan bab ini, pertama, memberi survey yang sangat singkat ttg sifat-sifat utama yang diketahui yang dipercaya berkaitan dengan kreativitas. Sifat-sifat utama diperoleh dengan analisis factor. Survei itu akan meliputi sifat-sifat bakat (aptitude) maupun yang non-bakat (non-aptitude), di antaranya sifat-sifat tempramen dan motivasi. Kedua, paper itu akan menunjukkan apa yang nampaknya menjadi tempat bakat untuk kreativitas dalam kerangka umum intelektual. Dengan bertindak seperti itu, sejumlah prediksi akan dibuat berkenaan dengan bakat-bakat yang tidak dapat diemukan untuk berpikir kreatif. Ketiga, beberapa hubungan factor-faktor kreativitas dengan evaluasi kinerja kreatif selain yang dikategorikan pada tes bakat (aptitude-test) akan disebutkan, untuk menunjukkan bahwa faktor-faktor kreativitas memperoleh dukungan dari sumber-sumber lain, termasuk evaluasi terhadap kinerja dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-ciri Utama Kreativitas 
Status informasi kami berkenaan dengan cirri-ciri utama kreativitas mungkin akan lebih bermakna disajikan dengan latar belakang beberapa hipotesis yang dikembangkan untuk penelitian pada tahun 1950.

  • Bakat untuk Berpikir Kreatif
Guilford (1950) meramalkan bahwa kita harus menemukan satu factor dengan karakteristik sebagai suatu kemampuan untuk menemukan masalah; suatu sensitivitas umum terhadap permasalahan. Sifat seperti itu ditemukan, dan terbaik diindikasikan dengan tes yang menanyakan peserta test mengemukakan kelemahan atau hambatan penerapan secara umum atau pada lembaga social atau mengemukakan masalah yang tercipta oleh tujuan dan kegiatan-kegiatan pada umumnya. Faktor itu lebih diidentifikasi secara logis sebagai bagian dari kategori umum kemampuan mengevaluasi (Guilford, 1957a). Penyebabnya adalah bahwa kegiatannya pada hakekatnya merupakan keputusan bahwa segala sesuatu belum selesai, tujuan-tujuan belum tercapai; atau bahwa segala sesuatu yang diinginkan belum tercapai. Keputusan tersebut tidak akan berperan konstruktif dalam berpikir produktif, tapi tanpa langkah ini berpikir produktif tidak akan dimulai.
Diasumsikan bahwa kelancaran berpikir merupakan aspek penting dalam kreativitas. Inilah aspek kuantitatif berkaitan dengan kesuburan (fertilitas) ide-ide. Hasil kami dalam Proyek Bakat (Aptitudes Project) telah memverifikasi dan memperluas informasi berkenaan dengan empat factor kefasihan (fluency) (Wilson et al., 1954).
Faktor kefasihan kata (word fluency), pertama dilaporkan oleh Thurstone (1938). Ini adalah kemampuan untuk menghasilkan kata-kata yang masing-masing berisi huruf tertentu atau kombinasi huruf-huruf.
Faktor kefasihan asosiasi (associational fluency) yang sangat baik ditunjukkan dalam suatu tes yang mempersyaratkan pesertanya mengungkapkan sebanyak mungkin persamaan kata (sinonim) untuk kata tertentu dalam waktu tertentu. Sebaliknya kefasihan kata (word fluency) dimana hanya huruf tertentu yang diobservasi, kelancaran asosiasional mencakup pemberian makna untuk kata-kata yang diberikan.
Faktor kefasihan ekspresional (expressional fluency) paling bagus diukur dengan tes yang meminta menghasilkan frase-frase atau kalimat-kalimat. Kebutuhan untuk merumuskan kata-kata yang tepat sebagai persyaratan struktur kalimat nampaknya merupakan ciri unik tes kemampuan ini. Kita tidak tahu apakah kemampuan yang sama dituntut untuk berbicara, tetapi terdapat beberapa dugaan yang rasional sekurang-kurangnya terdapat korelasi moderat antara penampilan dalam menulis dan dalam berbicara. Dapat dikatakan bahwa dengan memiliki derajat kemampuan tinggi dalam kelancaran ekspresional, sebagaimana diukur dengan tes tertulis dapat mengantarkan para pengamat pada kesimpulan bahwa mereka yang berkelancaran ekspresional, memiliki derajat kreativitas yang tinggi.
Faktor kefasihan ideasional (ideational fluency). Ini adalah kemampuan menghasilkan ide untuk memenuhi persyaratan tertentu dalam waktu terbatas. Suatu tes untuk faktor ini meminta peserta tes menyebutkan benda-benda keras, putih atau memberikan berbagai manfaat batuan umum, atau menulis judul-judul yang sesuai untuk sesuatu ceritera yang disampaikan. Dalam pemberian skor untuk faktor ini, pertimbangan kuantitas adalah terpenting ; kualitas bukan merupakan pertimbangan sepanjang respons sesuai.
Terdapat beberapa tahapan pada kebanyakan pemecahan masalah (problem solving) yang mengharuskan untuk menemukan jawabannya. Kelancaran ideasional mungkin akan memainkan peranan penting dalam problem solving,; dan banyak masalah menuntut solusi baru, yang berarti berpikir kreatif.
Pada tahun 1950 dihipotesiskan bahwa para pemikir kreatif adalah para pemikir fleksibel. Mereka siap meninggalkan cara-cara lama dalam berpikir kearah yang baru. Satu factor fleksibilitas berpikir diprediksi. Kami menemukan dua kemampuan, keduanya nampak termasuk dalam kategori umum ini (Wilson et al., 1954).
Salah satu factor disebut fleksibilitas spontan (spontaneous flexibility). Didefinisikan sebagai kemampuan atau disposisi untuk menghasilkan variasi ide yang besar, yang bebas dari kelemahan atau dari perseverasi (mengulang-ulang). Dalam mengetes factor ini pesertta menunjukkan kebebasannya untuk menjelajah dalam pemikirannya sekalipun hal itu tidak penting baginya untuk berbuat demikian.
Tipe lain berpikir fléksibilitas disebut fléksibilitas adaptif (adaptive fléxibility) disebabkan karena memfasilitasi solusi (pemecahan) masalah. Ini sangat baik ditunjukkan dalam jenis masalah yang mensyaratkan jenis pemecahan masalah yang tidak seperti biasanya. Masalah itu nampaknya dapat dipeahkan dengan metode konvensional dan lebih dikenal, tapi metode ini tidak dapat berfungsi. Satu tugas yang diminta untuk jenis solusi ini berlandaskan jenis permainan yang sudah dikenal yaitu korek api (matchsticks). Peserta diberi seperangkat kotak berdekatan, setiap sisi berbentuk pasangan, dan dia diminta mengeluarkan sejumlah pasangan, tinggalkan sejumlah kotak. Tidak diberitahu kepadanya bahwa semua kotak harus sama besar, tetapi ketika ia menerima asumsi yang jelas ini, ia tidak dapat memecahkan satu atau lebih masalah karena satu-satunya hasil yang memuaskan adalah sejumlah kotak yang berbeda luasnya. Ketekunan dalam kekeliruan tetapi mengundang kea rah berpikir berarti status rendah pada factor fleksibilitas adaptif.
Dalam bidang kreativitas seseorang hendaknya secara pasti mengharapkan untuk memperoleh sifat keaslian (originality). Itu ditunjukkan oleh skor sejumlah tes dimana kunci jawabannya diberi bobot menurut proporsi frekuensi terjadinya dalam populasi peserta tes. Kelainan dalam jawaban, dalam arti statistic, merupakan satu prinsip pengukuran orisinalitas.
Faktor itu juga diindikasikan oleh tes yang itemnya meminta asosiasi jarak jauh (remote association) atau hubungan; jarak jauh baik dalam hal waktu atau dalam arti yang logis. Ketika kita menanyakan peserta mendaftarkan semua konsekuensi yang mereka dapat pikirkan berkaitan dengn penemuan baru bahwa makan itu tidak perlu, sejumlah konsekuensi jarak jauh yang mereka berikan menunjukkan orisinalitas, dimana sejumlah konsekuensi nyata menunjukkan kelancaran ideasional. Hal ini berarti diperlukan satu kriteria kualitas untuk menunjukkan sejauh mana orisinalitas seseorang yang disebut mampu (capable). 
Cara ketiga menunjukkan derajat originalitas mengikuti tes adalah jumlah jawaban yang dapat diberikan oleh peserta tes yang ditetapkan sebagai orang pandai. Judul yang diberikan pada suatu ceritera pendek, misalnya, dapat dinilai sebqgai pandai atau kurang pandai. Banyaknya respons kurang pandai menunjukkan kelancaran ideasional, sedangkan banyaknya jawaban pandai menunjukkan orisinalitas.
Berkembang suatu kecurigaan bahwa apa yang kita sebut orisinalitas sebenarnya adalah suatu kasus fleksibilitas adaptif jika dikaitkan dengan material bermakna secara verbal, sejajar dengan faktor fleksibilitas adaptif yang sekarang sudah diketahui, berkaitan dengan tugas-tugas menyangkut materi non-verbal. Dalam setiap kasus seseorang harus keluar dari kenyataan bahwa biasanya atau konvensional untuk memperoleh skor yang baik.
Tahun 1950 satu factor untuk mendefinisikan kembali telah dihipotesiskan, yang menuntut suatu kemampuan melepaskan interpretasi lama tentang obyek yang sudah dikenal untuk dapat digunakan atau bagian-bagiannya dengan cara-cara baru. Analisis factor dengan baik mendukung dimensi perbedaan individual seperti itu (Wilson et al., 1954). Mana di antara benda-benda ini atau bagiannya yang dapat diadaptasi menjadi jarum: pinsil, lobak, sepatu, ikan, atau anyelir? Kunci jawaban adalah ikan, karena tulang ikan tertentu dapat diadaptasi menjadi jarum. Improvisasi pada umumnya, barangkali merefleksikan kemampuan mendefinisikan kembali (redefinition).
Faktor selanjutnya adalah elaborasi yang ditunjukkan dengan tes dimana peserta diberi satu atau dua garis sederhana dan diminta membuat konstruksi berdasarkan garis itu sebuah obyek yang lebih kompleks. Skornya adalah banyaknya demonstrasi elaborasi. Itu juga ditunjukkan melalui tes yang memberikan outline sebuah perencanaan, dan peserta tes diminta mendaftarkan semua langkah yang dibutuhkan agar pezrencanaan itu jalan. Ada kemungkinan kedua kemampuan itu terlibat, yang satu berkenaan dengan mengelaborasi materi figural sedangkan yang lainnya berkenaan dengan mengelaborasi material bermakna. Jika demikian, kedua kemampuan ada kemungkinan berkorelasi secara positif.
Tidak semua harapan kita semula secara factor didukung oleh hasil. Kita memprediksi suatu kesatuan kemampuan menganalisis dan juga satu unit kemampuan mensintesis dalam berpikir. Kedua hipotesis nampaknya memberi cukup kesempatan untuk diverifikasi kebenarannya, tetapi hasilnya tidak seperti itu. Inilah sebuah contoh yang menunjukkan bahwa kita tidak akan selalu memperoleh analisis factor apa yang kita masukkan. Tidak diragukan hasilnya bertentangan dengan pikiran sehat, karena pemikiran kita menganalisis sekaligus juga memsintesis.
Hasil itu tidak menyanggah keberadaan dua jenis pelaksanaan ini. Apa yang diindikasikan adalah bahwa individu tidak akan berbeda secara sistematis antara satu dengan lainnya dalam hubungan dengan kemamuan umum menganalisis berkaitan dengan banyaknya jenis tugas-tugas dan juga tidak berbeda secara sistematis dalam kemampuan umum mensintesis. Ini berarti, analisis dan sintesis sama dengan pemecahan masalah. Sejumlah unit kemampuan memegang peranan dalam pemecahan masalah, tetapi kombinasinya dengan bobot masing-masing tergantung jenis masalahnya. Kesimpulan yang sama dapat diambil sehubungan dngan analisis dan sintesis.

  • Ciri-ciri non-bakat berkaitan dengan kreativitas.
Banyak orang ingin mengetahui rahasia utama penampilan kreatif di luar modalitas bakat. Tidak dapat disangkal bahwa sifat motivasi dan tempramen diharapkan memiliki efek penentu yang signifikan terhadap ada tidaknya seseorang menunjukkan penampilan kreatif. Moidalitas kepribadian ini dapat diteliti dalam hubungan ini. 
Aak ketat memperoleh informasi berkenaan dengan peran sifat-sifat seperti itu dalam penampilan kreatif. Dalam studinya memimpin artis dan memimpin ilmuwan dalam beberapa bidang, Anne Roe menemukan hanya satu sifat yang secara umum ada di antara individu, yaitu kemauan untuk bekerja keras dan bekerja dalam waktu lama (Roe, 1946, 1953). Itulah sifat yang mendukung keberhasilan dan keunggulan dalam bidang apapun. Tidak ada indikasi adanya hubungan unik dengan kreativitas. Sifat itu juga berarti motivasi umum tingkat tinggi, sumbernya kita belum dapat pastikan. Kepada kita tetap masih bermasalah dan memerlukan lebih banyak studi analisis.
Dalam Proyek Bakat (Apptitudes Project) perhatian kami ditujukan pada pertanyaan tentang sifat-sifat non-bakat yang dapat berkontribusi terhadap berpikir kreatif. Sudah dikemukakan kesimpulan bahwa fleksibilitas spontan dalam berpikir muncul menjadi kebebasan dari perseverasi, sebagai satu bentuk kekakuan, dan bahwa flaksibilitas adaptif muncul menjadi kebebasan dari kegigihan menggunakan apa yang dipelajari sebelumnya, metode-metode pemecahan yang sia-sia, adalah bentuk lain kekakuan. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah factor-faktor kekakuan fleksibilitas dalam berpikir harus diklasifikasikan dalam sifat-sifat modalitas bakat atau modalitas tempramen atau apakah dengan contoh-contoh ini kita memperoleh sifat-sifat dengan kedua aspeknya yaitu temperamen dan bakat, tergantung pada bagaimana seseorang melihatnya.
Kita telah berspekulasi tentang apakah orisinalitas adalah sikap unkonvensional yang meramalkan bahwa seseorang tidak akan tampil seperti biasanya atau dalam sikap popular, lebih menyukai cara berperilaku istimewa. Penelitian kami hanya menyinggung pertanyaan ini. Seperti pada factor-faktor kefasihan (fluency factors), tercaqpat sejumlah hipotesis dikemukakan dalam literature berkenaan dengan kemungkinan adanya hubungan antara kelancaqran berpikir dengan sejumlah sifat motivasi dan temperamen (Guilford et al., 1957).
Penyebab lain adanya perhatian terhadap masalah-masalah ini kenyataan bahwa analisis factor sebelumnya telah mengindikasikan sekurang-kurangnya tiga ciri utama minat dalam jen,is-jenis berpikir yang berbeda, termasuk pehatian dalam berpikir reflektif, berpikir teliti (rigorous), dan berpikir autistic. Apakah perhatian yang ditemukan ini berkaitan dengan berbagai jenis penampilan berpikir? Ditemukan juga sepasang perhatian utama dalam kegiatan estetis, salah satunya disbut aspirasi estetis (esthetic aspiration) dan yang lainnya disebut ekspresi estetis (esthetic expression). Variabel-variabel minat ini akan sangat mungkin berkaitan dengan penampilan kreatif dalam bidang seni dan mungkin lebih umum dalam penampilan kreatif. 
Satu penelitian terbaru tentang analisis factor tentang minat berpikir mempelajari beberapa hipotesis kemungkinan variable-variabel lain (Guilford et al., 1957). Dengan menggunakan skor self-inventory, ditemukan indikasi beberapa variable yang diharapkan. Salah satu factor terindikasi sebagai toleransi ambiguity. Ini adalah keinginan untuk menerima sejumlah kertidakpastian dalam kesimpulan dan keputusan dan kesenderungan untuk menolak berpikir dalam arti kategori yang kaku. Faktor lain diidentifikasi sebagai suatu pehatianbdalam berpikir konvergen. Berpikir konvergen meliputi berpikir kea rah satu jawaban benar, atau kea rah satu jawaban yang relative telah ditetapkan secara unik. Sebuah factor pendamping didefinisikan sebagai minat atau keinginan untuk berpikir divergen, suatu tipe berpikir dimana pencarian secukupnya dilaksanakan dan sejumlah jawaban ditemukan. Masih ada lagi factor lain yang ditemukan tetapi tidak dapat didefinisikan secara pasti. Bisa saja minat dalam originatitas atau dalam kreativitas secara umum, atau mungkin diidentifikasikan apakah ekspresi estetis atau apresiasi estetis. 
Untuk menguji kemungkinan bahwa beberapa atau semua factor ini mempunyai landasan bagi output kreativitas, kita mengkorelasikan skor variable-variabel ini dengan skor penampilan pada tes kefasihan, fleksibilitas, dan originalitas. Juga ada kemungkinan mengorelasikan skor sejumlah variable lainnya, termasuk sifat-sifat lainnya, dengan skor tes bakat yang sama. Kesimpulan didasarkan pada korelasi signifikan secara statistic, tetapi koefiisiennya semua berada di bawah 0,30.
Dari hasilnya kita dapat simpulkan bahwa individu yang menjawab tes kefasihan asosiasi secara baik cenderung memiliki kebutuhan lebih kuat untuk petualangan dan mereka lebih toleran terhadap ambiguity. Individu dengan skor tinggi untuk kefasihan ideasional cenderung akan lebih impulsive, lebih berkuasa, dan lebih percaya dan memiliki apresiasi yang kuat terhadap kreaivitas. Indiviidu yanbg menunjukka gejala nerves dan depresi yang berlebihan akan sedikit lebih rendah pada tugas-tugas yang mempersyaratkan kefasihan ideasional, tetapi menunjukkan tidak adanya hambatan dalam tipe-tipe tes kefasihan lainnya. Mereka yang memperoleh skor lebih tinggi dalam tes kefasihan ekspresional cenderung lebih impulsive, untuk mengapresiasi ekspresi estetik dan untuk berpikir reflektif.
Pengukuran originalitas menunjukkan hubungan dengan sejumlah sifat non-bakat, tetapi tidak begitu kuat. Orang yang original cenderung lebih percaya diri dan toleran terhadap ambiguity, berpikir reflektif dan divergen serta ekspresi estetis. Orang yang tidak original cenderung lebih jelimet dan merasakan adanya kebutuhan untuk disiplin. Tidak ada indikasi bahwa orang yang original selalu kurang cenderung terhadap kesesuaian budaya, termasuk aspek-aspek moral. Hipotesis bahwa originalitas menaungi satu sikap tidak secara konvensional tidak didukung.
Hubungan antara dua factor fleksibilitas terhadap sifat kekakuan telah dikemukakan. Tidak ditemukan hubungan lain untuk factor-faktor fleksibilitas kecuali beberapa indikasi bahwa seseorang dengan fleksibilitas spontan yang tinggi mungkin akan memiliki kebutuhan yang kuat akan keragaman. Orang yang fleksibel pada tipe ini jelas menunjukkan variasi arah dalam mengejakan tes.
Fakta bahwa semua hubungan ini diteliti dengan tes psikologi harus diberi penekanan. Dengan motivasi secara umum dengan nada tinggi menempuh tes, peserta kurang memiliki ruangan untuk menunjukkan kuatnya hubungan antara penampilan dalam tes itu dan beberapa sifat non-aptitude. Penampilan dalam kehidupan sehari-hari dapat saja lebih kuat berhubungan dengan banyak sifat motivasi dan tempramen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar